Minggu, 11 Juli 2010

ENTAH

-->
Berkabut dan beku rasa yang ada di otak ujung paling dalam, sekilat cahaya merah bercampur kulit jeruk matang. Kumandang rakyat Muhammad yang menyebar memecah sunyi selimut datar tinggi Nawungan I. Berisik sentuhan atas bawah bibir dari para dermawan tenaga, sejak sang gelap datang hingga sang gelap melanjutkan tugasnya ke wilayah timur barat selatan dan utara.
Selaksa prajurit dimedan tempur gemetar ngeri dengan hukuman, tegak dingin menuju bundaran sumber kehidupan yang membuat gigil semua saraf tubuh. Menuju kewajiban sebagai isi rantang bekal bawaan tamasya di firdaus.
Lepaslah belenggu kebimbangan yang mengikat erat, keresahan yang tak usai, hanya ketakutan yang tersisa dan semangat petir menggelegar yang berada di benak walaupun bercabang pikiran yang akan di aplikasikan untuk bertahan dan mengalir.
Kejenuhan melanda saraf motorik walaupun tanpa campur tangan makhluk hijau dari planet luar dengan maha rahasia pemiliknya. Berlaku sedikit rajin dan jilat kepada pengatur segerombol umat yang penuh lumut kebosanan.
Masalah turun dengan antrian panjang stasiun kereta bioskop memperebutkan tiket pengganggu konsentrasi yang sang waktupun tak sudi dimakan dengan kegusaran masalah yang antri bak gagahnya tembok china dan besar everest yang beku keras berlian.
Keperkasaan semangat kokoh disamping bizantium dan colosum Roma untuk sang Caesar, tegar terjangan gigitan semut hitam dan ludahan cairan perusak ular.
Otot mulai latihan rutin memikul beban otak dan perasaan amarah meluap rindu rumah pelukan sang ibu dan lembut jari sodara kecil yang berdendang di dada.
Sang ayah berjalan melalui perjalanan jauh mustahil pikiran bersarang di otak konyol agar kembali, dan berharap memeluk erat darah daging dengan berjuta rindu menggrayangi hidup sampai menyusul. Sang alam pun tak mampu mengirim kembali datang dengan senyuman pilu lebar yang basah dan rindu yang menggumpal dengan basahi jiwa yang kering yang tandus yang haus yang lapar, dan tak ijin untuk sekejap memandang, masih banyak cerita yang tersimpan untuknya yang menjadi harta karun terdampar di pulau gelap pengap yang mustahil sampai padanya. Yang hingga kini mmenjadi tabir gelap yang menjadi tangis jiwa darah dangingnya dan sang ibu yang rindu pandangan kedua mata.
Sang ibu berjuang dan bicara dengan hati yang terjaga, darah dagingnya kadang tertawa dengan kepiluan yang mengikat ditengah telaga sunyi sulit berkutik dengan rindu yang menjamur, tak seorang malaikat pun yang kuasa menolong dengan pedangnya. Beribu kerikil dan batu, kawah dan aspal panas dilalui. Walaupun kadang anakmu tertegun tega yang berlumuran dosa, dan bingung mencari sesuatu yang pantas untuk dibalaskan keteguhanmu.
Bekunya hati yang dirasa dan menggumpal darah menjadi batu menggunung dosa yang berlumur salah, ingin hati membenahi dengan air mata ini, darah ini, napas ini, rambut ini, kaki ini. Memangkumu dipangkuanku keinginanku seperti waktu kanak yang tak kenal salah dan dosa yang kini membelenggu diri jiwa raga ini.
Rasakan rasa yang kau rasa pada posisi sempit yang menjepit hidup, merantai suara jeritanmu, dan melukaimu, membuatmu rendah akan kesombongan manusia yang beranak pinak dengan pesat, merusak organisme moral makhluk berdosa dunia.
Dengan piano yang mereka mainkan akankah mereka sadar berdaya akan ketidak sadaran tanpa daya mereka yang menyatu di darah mereka dan menghirupnya dan menggumpal menumpuk keras yang akhirnya menjadi gumpalan hitam bau berbelatung.